Rangkaberita.com — Pasca bencana banjir dan longsor yang melanda Sumatera Barat, layanan travel rute Bukittinggi-Padang tetap beroperasi meskipun kondisi jalan belum sepenuhnya aman. Namun, para penumpang harus bersiap menghadapi tarif yang naik signifikan, dari sebelumnya Rp60.000 menjadi Rp120.000. Kenaikan harga ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat, terutama bagi mahasiswa dan pekerja yang membutuhkan transportasi rutin antara Bukittinggi dan Padang. Meski risiko masih ada, travel tetap beroperasi untuk mengakomodasi kebutuhan mobilitas masyarakat yang mendesak.
Jalur Alternatif Hanya Via Solok dan Maninjau
Akses menuju Kota Padang pasca bencana hanya bisa di lalui melalui dua jalur utama, yaitu via Solok dan Maninjau. Kedua jalur ini memiliki risiko tinggi karena beberapa titik mengalami longsor dan kerusakan jalan yang cukup parah. Sopir travel harus berhati-hati dalam mengatur waktu perjalanan karena sebagian jalan masih memerlukan sistem buka tutup, sehingga kendaraan hanya bisa lewat satu per satu. Kondisi ini menuntut kesabaran penumpang karena waktu tempuh menjadi lebih lama dibandingkan biasanya.
Perjalanan Mahasiswa UNP untuk Ujian Akhir Semester
Salah satu penumpang, Putri, mahasiswa Universitas Negeri Padang (UNP), menyampaikan bahwa ia terpaksa menempuh perjalanan ke Padang setelah seminggu berada di kampung halaman. Tujuannya adalah menyelesaikan kewajiban kuliah, terutama menghadapi Ujian Akhir Semester (UAS). Putri mengaku perjalanan kali ini cukup menantang karena kondisi jalan yang belum sepenuhnya pulih dan beberapa titik masih rawan longsor. Meskipun begitu, kebutuhan akademis tetap menjadi prioritas, sehingga ia memutuskan tetap melanjutkan perjalanan meskipun dengan risiko tinggi.
Rute Perjalanan Melalui Maninjau
Putri menjelaskan secara rinci jalur yang dilalui dari Bukittinggi menuju Padang, yaitu melalui Ngarai Sianok, Taruko, Kampung Pisang, Panta, Matur, Kelok 44, Maninjau, Lubuk Basung, Tiku, Pariaman, hingga Babdara Kota Padang. Rute ini dipilih karena di banding jalur alternatif via Solok, kondisi lalu lintas di anggap lebih lancar meski tetap ada risiko longsor di beberapa titik. Jalur ini terkenal dengan tikungan tajam dan kontur jalan yang menanjak-turun sehingga sopir harus ekstra berhati-hati.
Titik Longsor dan Kondisi Jalan
Mahasiswa UNP tersebut menyebutkan ada sekitar lima titik longsor yang paling parah sepanjang perjalanan. Beberapa di antaranya berada di Kelok Delapan, tikungan Kampung Pisang, dan dekat Pesantren di Matur. Di titik-titik ini, tanah longsor menumpuk cukup tinggi sehingga kendaraan hanya bisa melintas satu per satu. Masyarakat setempat pun terlibat dalam gotong royong untuk membersihkan sisa material longsor, namun upaya ini masih berjalan terbatas dan belum mendapatkan perhatian media secara luas.
Gangguan Jaringan dan Kendala Komunikasi
Selain kerusakan jalan, perjalanan juga terganggu oleh masalah jaringan telekomunikasi. Putri menuturkan bahwa sinyal seluler tidak stabil di beberapa titik sepanjang perjalanan, sehingga komunikasi dengan pihak luar menjadi sulit. Hal ini menambah kekhawatiran bagi penumpang yang membutuhkan informasi terkini mengenai kondisi jalan maupun keselamatan perjalanan. Kendala ini menuntut penumpang untuk lebih bersabar dan mengandalkan sopir sebagai sumber informasi utama.
Dampak Kenaikan Tarif dan Waktu Tempuh
Selain risiko jalan yang berbahaya, kenaikan tarif travel juga menjadi keluhan banyak penumpang. Putri menyampaikan bahwa perjalanan yang biasanya di tempuh dalam waktu sekitar dua jam kini bisa mencapai lima jam. Tarif yang semula Rp60.000 naik menjadi Rp120.000, menimbulkan beban tambahan bagi penumpang, terutama mahasiswa dengan anggaran terbatas. Meski begitu, masyarakat tetap memilih menggunakan travel karena merupakan satu-satunya moda transportasi yang aman dan masih beroperasi.
Kesepakatan Penumpang dalam Memilih Jalur
Mahasiswa Universitas Andalas (UNAND), Raisya, menambahkan bahwa komunikasi antara sopir dan penumpang berjalan baik dalam menentukan jalur perjalanan. Tersedia dua opsi, yaitu via Solok atau Maninjau, dan penumpang sepakat memilih jalur Maninjau. Pertimbangan utamanya adalah jalur via Solok di perkirakan akan mengalami kemacetan panjang, sehingga memilih Maninjau di anggap lebih aman dan lebih cepat. Keputusan ini menunjukkan pentingnya koordinasi antara sopir dan penumpang dalam menghadapi kondisi darurat pasca bencana.