AI Jadi Agen Travel Dadakan, Tapi Benarkah Bisa Diandalkan?

AI Jadi Agen Travel Dadakan, Tapi Benarkah Bisa Diandalkan?

Rangka Berita — Fenomena penggunaan artificial intelligence (AI) dalam kehidupan sehari-hari semakin meluas. Jika dulu chatbot hanya digunakan untuk menjawab pertanyaan sederhana, kini teknologi tersebut berkembang menjadi “asisten serbaguna” yang bisa membantu berbagai kebutuhan, termasuk merencanakan liburan. Banyak orang mulai mengandalkan AI sebagai agen travel instan, cukup dengan mengetik lokasi tujuan dan preferensi perjalanan, maka dalam hitungan detik chatbot mampu menyusun itinerary, merekomendasikan hotel, bahkan memberikan tips visa dan transportasi.

Tak sedikit pengguna yang terkesan dengan kecanggihan tersebut. Apa yang dulu membutuhkan waktu berjam-jam atau bahkan berhari-hari mulai dari mencari maskapai termurah, membaca review hotel, sampai memetakan tempat wisata kini bisa di rangkum oleh AI hanya dalam satu percakapan. Bahkan dengan hadirnya AI agent, proses pemesanan tiket maupun hotel dapat di lakukan secara otomatis tanpa perlu membuka banyak situs dan membandingkan harga secara manual.

Kesan praktis dan serba cepat ini membuat banyak traveler penasaran: apakah benar AI bisa menggantikan peran agen perjalanan profesional? Atau setidaknya, bisakah AI menjadi “teman andalan” saat menyusun rencana liburan? Fakta di lapangan ternyata tidak sesederhana itu.

Tingkat Kepercayaan Pengguna Masih Rendah

Meski AI mampu membantu banyak hal, hasil survei Kaspersky memberikan gambaran yang berbeda. Menurut data dari perusahaan keamanan siber global tersebut, hanya 28% pengguna AI yang benar-benar mempercayakan rencana liburannya kepada AI. Angka ini cukup rendah, mengingat popularitas chatbot dan banyaknya fitur perjalanan yang sudah di sediakan.

Yang menarik, meski tingkat kepercayaan masih minim, Kaspersky mencatat bahwa 96% pengguna merasa puas dengan bantuan AI saat merencanakan perjalanan. Artinya, banyak orang senang menggunakan AI sebagai alat bantu, tetapi belum cukup yakin untuk menyerahkan seluruh proses perencanaan liburan kepada teknologi tersebut.

Ada semacam “kepercayaan setengah hati”: AI membantu, tetapi manusia tetap ingin mengecek ulang semuanya. Ini menunjukkan bahwa meskipun AI sudah sangat canggih, masih ada kekhawatiran bahwa chatbot bisa memberikan informasi tidak akurat atau kurang tepat, terutama untuk hal-hal yang sifatnya krusial seperti jadwal penerbangan, harga tiket, atau aturan imigrasi.

Mengapa Pengguna Masih Ragu?

Salah satu alasan utama keraguan ini adalah pemahaman bahwa chatbot tidak memiliki pengetahuan asli. AI tidak “tahu” secara langsung; ia hanya menghasilkan jawaban berdasarkan pola dari data yang pernah di pelajari sebelumnya. Ketika data yang di pelajari kurang lengkap, tidak terbaru, atau interpretasinya salah, maka keluaran AI pun bisa meleset.

Misalnya, AI bisa saja memberikan rekomendasi hotel yang sudah tutup, atau menyebutkan atraksi wisata yang sudah tidak lagi beroperasi. Bahkan ada kasus chatbot memberikan informasi visa yang keliru, seperti syarat masuk negara tertentu yang ternyata sudah berubah sejak pandemi.

Beberapa chatbot memang sudah memiliki fitur browsing atau penelusuran internet, tetapi kemampuan ini pun tidak menjamin akurasi. Hasil penelusuran sering kali tergantung pada kualitas sumber yang tersedia di internet dan bagaimana AI menginterpretasikannya. Tanpa mekanisme verifikasi yang kuat, kesalahan informasi tetap bisa muncul dan berpotensi merepotkan bagi traveler yang hanya mengandalkan satu sumber.