Rangkaberita.com — Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Indonesia mengambil langkah penting dalam pengawasan aset warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri. Langkah ini dilakukan menyusul penerapan aturan baru yang digagas oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) terkait transparansi pajak internasional. Dengan aturan ini, Ditjen Pajak berupaya memperkuat pengawasan terhadap properti yang dimiliki WNI di luar negeri, sekaligus memastikan kepatuhan pajak lintas batas secara lebih efektif.
Aturan baru OECD yang diikuti Indonesia ini dikenal dengan standar Common Reporting Standard (CRS) yang memungkinkan pertukaran informasi keuangan dan kepemilikan aset secara otomatis antarnegara. Dengan bergabung dalam skema ini, Ditjen Pajak memperoleh akses data properti, rekening bank, dan aset keuangan lainnya yang dimiliki WNI di luar negeri. Tujuan utama dari inisiatif ini adalah mengurangi praktik penghindaran pajak dan memastikan bahwa setiap warga negara memenuhi kewajiban pajaknya, baik di dalam negeri maupun terkait aset luar negeri.
Langkah ini menjadi bagian dari upaya pemerintah Indonesia untuk meningkatkan basis pajak sekaligus menjaga keadilan fiskal. Selama ini, pengawasan aset WNI di luar negeri menghadapi keterbatasan karena data kepemilikan properti dan rekening keuangan tersebar di berbagai yurisdiksi. Dengan keterlibatan OECD, Ditjen Pajak kini bisa memperoleh informasi secara otomatis dari negara-negara yang juga mengikuti CRS. Informasi ini mencakup data transaksi, nilai properti, pemilik, hingga alamat aset, yang memungkinkan otoritas pajak Indonesia melakukan penilaian kewajiban pajak secara lebih akurat.
Dalam praktiknya, penerapan aturan ini akan melibatkan koordinasi antara Ditjen Pajak dan lembaga keuangan internasional. Bank dan institusi properti di luar negeri wajib melaporkan kepemilikan WNI secara rutin ke otoritas pajak di negaranya, yang kemudian diteruskan kepada Indonesia melalui mekanisme pertukaran data. Dengan cara ini, setiap kepemilikan properti di luar negeri yang bernilai signifikan dapat terpantau, termasuk transaksi jual beli, peningkatan nilai properti, atau penerimaan sewa.
Ditjen Pajak menegaskan bahwa informasi yang diperoleh akan digunakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan di Indonesia. WNI yang memiliki properti di luar negeri tetap wajib melaporkan aset dan penghasilan yang diperoleh dari aset tersebut dalam SPT Tahunan. Kegagalan atau kelalaian melaporkan aset dapat berpotensi menimbulkan sanksi administratif maupun pidana sesuai regulasi yang berlaku.
Langkah ini juga diharapkan dapat mendorong kepatuhan sukarela dari wajib pajak. Dengan transparansi informasi yang lebih tinggi, pemilik properti di luar negeri tidak bisa lagi dengan mudah menyembunyikan aset atau mengalihkan pendapatan ke negara lain tanpa dilaporkan. Hal ini sejalan dengan visi pemerintah untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan efektif, sekaligus memperkuat penerimaan negara dari sektor pajak.
Selain itu, pemantauan properti WNI di luar negeri akan berdampak positif bagi perencanaan ekonomi nasional. Data yang terkumpul bisa digunakan untuk analisis investasi warga negara di luar negeri, tren kepemilikan aset global, dan potensi pengembalian pajak. Informasi ini juga membantu pemerintah merancang kebijakan fiskal yang lebih tepat sasaran, termasuk insentif atau pengaturan pajak terkait kepemilikan aset internasional.
Namun, Ditjen Pajak juga menekankan pentingnya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat. WNI yang memiliki properti di luar negeri harus memahami kewajiban perpajakan mereka agar tidak terkena sanksi di kemudian hari. Pemerintah berencana menggelar seminar, panduan resmi, dan layanan konsultasi untuk mempermudah wajib pajak memahami mekanisme pelaporan dan penilaian pajak atas aset luar negeri.
Secara keseluruhan, keterlibatan Ditjen Pajak dalam aturan baru OECD menandai era baru transparansi dan pengawasan pajak internasional bagi WNI. Dengan sistem pertukaran informasi otomatis, properti dan aset warga negara di luar negeri akan lebih terpantau, kepatuhan pajak meningkat, dan penerimaan negara dapat diperkuat. Ini menjadi langkah strategis untuk menciptakan sistem perpajakan yang adil, modern, dan mampu menghadapi tantangan globalisasi ekonomi.